Selama berabad-abad, kota tua Yerusalem dikenal sebagai tanah suci ketiga bagi umat Islam setelah Makkah dan Madinah. Di sanalah terletak kompleks Haram asy-Syarif, yang pernah menjadi kiblat pertama umat Nabi Muhammad SAW. Di kompleks itu pula berdiri sejumlah bangunan yang mencerminkan tingginya kualitas seni arsitektur Islam. Bangunan-bangunan itu, di antaranya Kubah Batu (Dome of the Rock atau Kubah Sakhrah) dan Masjidil Aqsa.
Adalah Khalifah Abdul Malik dari Dinasti Umayyah yang membangun Kubah Batu pada 688-692 Masehi. Bangunan ini kerap disebut sebagai karya pertama sekaligus simbol paling ikonik dari khazanah arsitektur Islam. Sesuai namanya, di dalam bangunan ini terdapat sebuah situs batu besar yang diyakini sebagai tempat berdiri Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra Mi'’raj menuju Sidratul Muntaha.
Dalam buku Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban dijelaskan, bangunan ini didirikan di atas batu atau karang (sakhrah). Pada batu karang itu terdapat jejak kaki Nabi Muhammad SAW. Kini, jejak kaki Rasul atau batu yang menjadi tambatan buraq itu terdapat di bagian dalam Kubah Batu.
Tempat itu juga disebut Gunung Moria yang dipercaya kaum Yahudi dan Kristen sebagai tempat Nabi Ibrahim AS mempersiapkan dirinya untuk mengurbankan putranya, Ishak AS. Nama lain dari bangunan ini, yaitu Gunung Kuil yang diyakini sebagai tempat peribadatan Nabi Sulaiman AS.
Nah, sebagai bentuk penghormatan kepada batu suci itulah, Khalifah Abdul Malik membangun Kubah Batu. Oleh sang khalifah, bangunan ini dibuat sedemikian cantik dengan memberi sentuhan kilauan emas di bagian kubahnya. Ia berharap Kubah Batu bisa menjadi ikon keunggulan peradaban Islam di Yerusalem.
Bangunan dengan delapan sisi ini hanya mengalami sedikit perubahan sejak selesai dibangun pada akhir abad keenam. Beberapa ahli menyatakan, meski berbentuk seperti masjid, bangunan ini sebenarnya tidak dimaksudkan sebagai masjid, namun semata-mata untuk menghormati batu suci tersebut. Menjadikan batu itu sebagai titik fokus, bangunan ini tampaknya dipersiapkan sebagai tempat ziarah yang bisa dikelilingi seperti halnya Ka’bah di Makkah.
Dibangun dalam gaya khas Bizantium, bangunan ini menggunakan marmer, mozaik biru mencolok, jendela kaca pateri dengan kubah emas berkilauan. Kubah indah ini berketinggian sekitar 25 meter dengan diameter 20 meter. Kubah itu berdiri kokoh di atas dinding silinder yang dihiasi 16 jendela. Selain itu, di bagian dalam, kubah ini disangga 12 pilar yang mengitari batu suci tersebut. Dari kejauhan, kubah yang ditutup timah berlapis emas itu sangat mencuri perhatian di antara bangunan-bangunan lain di kota tua Yerusalem.
Setiap sisi dari bagian luar dinding oktagonal Kubah Batu memiliki tujuh buah panel. Bagian bawah setiap panel berwarna abu-abu dan terbuat dari marmer yang dihiasi keramik asal Turki. Selain itu, warna biru cerah menyapu bagian atas panel. Jendela dengan rancangan cukup rumit menghiasi bagian atas setiap panel yang berfungsi sebagai jalan masuk cahaya matahari.
Pada bagian teratas dari tembok sisi luar terdapat kaligrafi sepanjang 250 meter yang bertuliskan ayat-ayat suci Alquran. Guratan kaligrafi ini menjadi salah satu pembeda antara arsitektur Islam dan arsitektur agama lain yang cenderung menghadirkan gambar manusia atau hewan.
Kubah Batu sering kali disebut sebagai Masjid Umar. Sebutan itu sebenarnya kurang tepat karena Khalifah Umar bin Khattab semata-mata mengunjungi, bukan membangun Kubah Batu. Saat Khalifah Umar berkunjung, wilayah Yerusalem berada di bawah kekuasaan umat Islam. Dalam kunjungan tersebut Khalifah menjumpai fondasi rumah ibadah Nabi Sulaiman AS, yakni situs batu besar tersebut penuh puing dan reruntuhan. Kondisi itu merupakan akibat dari sentimen penduduk Kristen Yerusalem terhadap kaum Yahudi.
Melihat kondisi menyedihkan itu serta karena mengetahui bahwa situs batu tersebut tak lain merupakan tempat singgah Rasulullah SAW ketika Isra Mi’raj, Khalifah Umar kemudian memerintahkan untuk dibersihkan. Bahkan, sahabat bergelar al-Faruq itu turut bahu-membahu bersama pasukannya menyingkirkan puing di sekitar batu tersebut. Setelah itu, khalifah karismatik ini membangun sebuah masjid sederhana berbahan dasar kayu di sekitar tempat itu.
Sebagian orang juga salah mengartikan Kubah Batu sebagai Masjidil Aqsa. Memang, Masjidil Aqsa berlokasi cukup dekat dengan Kubah Batu. Namun, kubah Masjidil Aqsa berwarna hijau lumut, bukan keemasan seperti Kubah Batu.
Persembahan untuk Bilal
Bangunan lain yang menjadi bukti kemajuan seni arsitektur Islam di Yerusalem, yaitu Masjidil Aqsa. Inilah masjid besar berkubah hijau lumut yang berada di dalam kompleks suci Haram asy-Syarif. Umat Islam meyakini Rasulullah SAW diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini dalam peristiwa Isra Mi’raj. Tempat ini pun pernah menjadi kiblat umat Islam sebelum Rasulullah SAW memindahkan arah kiblat ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah.
Masjidil Aqsa dibangun pada 709-715 Masehi oleh Khalifah Abdul Malik dari Dinasti Umayyah. Oleh sang pendiri, masjid ini didedikasikan untuk sosok muazin pertama dalam sejarah Islam, Bilal bin Rabah.
Bangunan suci tersebut mengalami beberapa kali pemugaran. Sejumlah hal mendorong dilakukannya pemugaran itu, antara lain, gempa bumi dan konflik keagamaan yang berulang kali terjadi di kompleks Haram asy-Syarif. Misalnya, ketika berada di bawah kendali Tentara Salib, masjid ini sempat diubah menjadi gereja bernama Kuil Sulaiman. Bahkan, sebagian area Masjidil Aqsa pernah disulap menjadi kandang kuda. Keadaan buruk ini terus terjadi hingga 1187 Masehi, yaitu ketika Sultan Salahuddin al-Ayyubi membebaskan Yerusalem.
Masjidil Aqsa memiliki sembilan pintu masuk. Tujuh di antaranya berada di sisi utara. Sedangkan, satu pintu ada di sisi timur dan satu lagi di sisi barat. Semua pintu tersebut berhiaskan pilar-pilar tinggi nan anggun. Pintu masuk di bagian utara masjid mengarah ke tujuh lorong. Terdapat 45 pilar di dalam Masjidil Aqsa. Dua belas di antaranya terbuat dari batu hitam dan sisanya terbuat dari marmer mulus berwarna putih.
Selain itu, jalan masuk utama menuju lorong pusat masjid dilengkapi atap berlengkung menawan serta mihrab yang elegan. Pada dinding masjid, terpasang 121 jendela kaca berwarna yang bercorak geometris. Tergurat pula di sana, kaligrafi ayat-ayat suci Alquran yang sebagian besar menceritakan kesucian Yerusalem. Cahaya matahari dan angin gurun menerobos ke dalam masjid melalui celah-celah jendela. Selain cahaya matahari, sumber penerangan lain dalam masjid ini berasal lampu-lampu kristal yang bergelantungan.
Adapun yang sangat terkenal dari desain arsitektur Masjidil Aqsa, yaitu kubah besar berwarna hijau lumut. Kubah inilah yang membedakan Masjidil Aqsa dengan Kubah Batu. Tampilan terkini dari kubah hijau lumut itu merupakan hasil dari sejumlah renovasi yang terakhir dilakukan pada 1969. Kubah itu terbuat dari struktur beton yang dilapisi aluminium.
Pada bagian dalam kubah ini berhiaskan mozaik bercorak sulur anggur dan tetumbuhan. Hiasan ini tampak saling berkelip dan begitu rumit namun sangat indah. Marmer pada bagian dalam kubah sudah berusia tua karena telah ada sejak abad ke-14 Masehi. Mozaik di atas lorong bagian tengah dan di sekitar lingkaran kubah bahkan berusia lebih tua lagi, yaitu sejak 1035 Masehi.
Sang pembebas Yerusalem, Sultan Salahuddin al-Ayyubi, tercatat menyumbang sebuah mimbar yang terbuat dari kayu terbaik untuk masjid ini. Hal itu bertepatan dengan perayaan kemenangan Tentara Islam atas Tentara Salib. Tragisnya, mimbar bersejarah itu dibakar dalam sebuah serangan terhadap Masjidil Aqsa pada 21 Agustus 1969. Peristiwa kelam inilah yang menjadi pendorong berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 25 September 1969. Meski telah melewati rentang sejarah yang amat panjang, Masjidil Aqsa tetap berdiri kokoh hingga saat ini. Di dalamnya, jamaah atau pengunjung dapat merasakan kekhusyukan beribadah dan kedamaian spiritual.
Comments